Senin, 09 April 2012

SENYUM MANIS

SENYUM MANIS


Kita mengenal cerita Si Manis Jembatan Ancol. Cerita horor yang disukai karena "Si manis" memang manis sehingga enak dilihat dan diikuti. Apanya yang manis? selain ia cantik, tentu karena ada senyum yang merekah dari kedua bibirnya. Renungan ini bukan membicarakan tentang bibir nanti ndak jadi ngeres-ngeres, tetapi tentang senyum yang memang ada cantolan ajaran agamanya.

Semua agama mengajarkan agar kita bergaul dengan semua makhluk Tuhan dengan kualitas yang baik. Kualitas pergaulan kita ini, secara sosial, ditentukan oleh beberapa hal yaitu 1) pandangan (nadhrah), 2) senyum (ibtisam), 3) sapaan (salam), 4) perbincangan (kalam), 5) janti untuk berjumpa lagi, (wa'dun), dan 6) pertemuan ulang (liqa').

Senyum itu terjadi jika seseorang menggerakkan mulut dengan berbagai variasinya sebagai petanda hati dan jiwanya yang senang, apresiatif, simpatik, dan yang semacamnya. Sejelek apa pun bibir seseorang saat digerakkan karena senyum pasti akan lebih nyaman dilihat dibanding dengan posisi bibir saat marah, menyeringai, dan jemberut. Suasana batin yang terbongkar lewat senyuman menjadikan semua yang bermula tidak enak disaksikan menjadi enak dan indah.

Bagaimana jika yang tersenyum itu buaya darat, dengan kemahiran acting yang tinggi sehingga marah di hati bisa dirubah simpatik dengan senyum manis. Meski prilaku demikian kurang ideal, tetapi senyum manis tetapi akan terasa manis meski berbau masam, alias kecut, gitu loh.

Nabi bilang bahwa senyummu itu sodaqoh, pemberian dan pembuktian bahwa kita baik. Senyum membuat dunia menjadi lebih pantas dihuni oleh manusia. Dengan senyum bisa mengurangi kekerasan dan luka dalam jiwa.

Senyum, bukan bentuk keterampilan khusus yang rumit, karena setiap bayi lahir sudah dibekali dengan senyum. Ia senyum kepada ibu, bapak, dan apa pun di sekitarnya. Senyum bisa dipermak, diperbaiki, diperindah seperti membuat istana. Ya istana kehidupan bagi siapa pun yang menginginkan hidup ini lebih sederhana dan nyaman.

Senyumlah ! Senyumlah !

Jumat, 08 Agustus 2008

Politik Pendidikan dan Pendidikan Politik

POLITIK PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN POLITIK
SEBAGAI UPAYA MEMAJUKAN BANGSA [1]
Oleh. Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag. [2]


Putus asa, jika tidak dosa mungkin pengamalnya lebih banyak dari berita yang selama ini kita dengar. Bunuh diri berjamaah (bersama keluarga), terjun dari mall, stress, dan mendaulat diri sebagai “pengangguran” adalah wujud kongkritnya. Kemalangan, menimpa bangsa ini hamper merata bersamaan dengan kejayaan yang fantastis dirasakan oleh “segelintir” oknum pejabat yang merangkap sebagai “pedagang” atau oknum pengusaha yang merangkap sebagai “pejabat”. Dagangan dan jabatan silih berganti berfungsi atau secara bersamaan untuk melipat “karunia sumber daya alam” yang melimpah di negeri ini. Dilipat dan digenggam kemudian dipermainkan sesukanya.
Manusia komersial, hedonis, dan kanibal yang dulu sering dibaca dalam komik dan cerita fiktif saat ini menjadi kenyataan yang membuat haru biru kehidupan. Homo homini lupus semakin dekat dan nyata. Cerita Negara yang gemahripah loh jinawe, tata tentrem kerta raharja menjani lamunan dan impian bersama. Memang impian, harapan, dan lamunan –dalam kondisi tertentu—merupakan obat mujarab untuk memberikan lelipur lara agar kita survive dalam hidup, bertahan dalam menghadapi prahara nasional ini.
Pendidikan yang menjadi ujung tombak peningkatan SDM dan kesejahteraan masih menjadi ujung tombok bagi para guru yang mendidik di berbagai lembaga ini. Kemajuan telah dirasakan oleh sebagian kecil guru yang sebagian besarnya mengalami kemacetan. Dari mana kita mengurai benang kusust ini? Mengapa Negara yang kita cintai menjadi seakan menunjukkan kebencian dan murkanya? Bumi memuncratkan lumpur panas, angin menggeliat dengan arah putar zig zag dan cepat, gunung batuk, air muntah meratakan bumi, api melahap pepohonan dan rumah yang tidak bersalah. Ada apa ini ?.
Berbagai pertanyaan tersebut akan dijawab serba singkat dalam makalah ini melalui “kaca” pendidikan dan politik.

Pendidikan Sebagai Soft Power
Setiap kesuksesan di awali dan diakhiri dengan pendidikan. Kesuksesan dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama dibangun di atas pndasi pendidikan. Kesuksesan tanpa proses pendidikan adalah hayalan. Hayalan yang berkembang dalam diri dan memiliki gap yang besar akan membuat stress atau bahkan gila. Pendidikan yang kurang memadai jika dibarengi dengan tumpukan hayalan sebagaimana yang ditawarkan oleh sinetron dan iklan di media cetak dan elektronik akan membuat sebagaian masyarakat menjadi benar-benar gila. Gila jabatan, gila harta, gila kecantikan, dan lainnya. Bukan hanya rakyat jelata yang terserang penyakit ini tetapi juga politisi, penguasa, pengusaha, guru, dosen, dan kyai. Trend kegilaan ini bias ditemukan dalam kehidupan nyata. Mereka yang mestinya digugu dan ditiru malah membuat adegan saru dan menjadi tontonan publik. Pertikaian karena rebutan “roti” kejayaan menunjukkan bahwa mereka tidak akan pernah meraih kejayaan itu.
Pendidikan merupakan soft power, kekuatan sejati yang tidak kasab mata tetapi semua orang memerlukan dan merasakan kekuatannya. Pendidikan memberikan pengaruh politis yang amat besar dalam kehidupan manusia. Manusia yang terdidik dengan baik dan sehat ia akan mampu mengkreasi diri untuk mengubah pendidikan menjadi media berpolitik adiluhung dan sekaligus mempu mendidik politik lewat pendidikan. Pendidikan politik dan politik pendidikan bias berintegrasi, interkoneksi, tetapi juga bisa bermusuhan.

Sekolah Sebagai Alat Politik
Orang Miskin Dilarang Sekolah, Emoh Sekolah, dan judul buku semacamnya merukan potret kegelisahan public melihat realitas sekolah yang semrawut, mahal, bersifat seperti bank, dan menjadi alat kapitalisme global. Neokolonialisme telah hadir begitu dekat dengan lembaga publik yang selama ini diagungkan. Pendidikan telah mengalami proses formalisasi sekolah, dan hanya sekolah yang mendapatkan legitimasi negara membuat semua warga “salah baca” terhadap pendidikan. Pendidikan dimaknai sekolah dengan batasan yang amat sempit. Tugas pendidik, ujian nasional, pembangunan fisik, dan program pendidikan lainnya selalu dilekatkan pada lembaga formal yang bernama “sekolah”. Nasib orang ditulis dalam secarik kerta keramat yang kemudian dimaknai oleh pejabat yang berwenang yang didukung oleh data dan sekaligus “data pendukung”. Data pendukung ini dibutuhkan karena ijazah dianggap belum cukup, karenanya harus ada lembaran-lembaran kecil lain yang bias mendukung ijazah ini laku atau tidak.
Sekolah dengan desain politik seperti ini telah merebut kebebasan dan kemanusiaan.[3] Sekolah bukan lagi mengemban misi pendidikan tetapi lebih cenderung pada penyediaan lapangan kerja, perdagangan ilmu, dan praktik kapitalisme dan kolonialisme baru. Tanpa membedakan antara sekolah dan pendidikan secara global ada dua hal yang perlu direnungkan:
1. Mengapa sekolah mahal, mengapa harus membeli buku setumpuk. Apa tujuan dan bagaimana proses dan strategi pembelajarannya telah direncanakan sehingga anak paham terhadap tujuan membeli dan membaca buku-buku tersebut. Pertanyaan ini selalu saja tidak terjawab, yang membuat jiwa tertekan dan merasa harga buku yang harus mereka beli menjadi lebih mahal dan menyesakkan dada. Belum lagi kondisi pekerjaan, beban hidup, kondisi lingkungan yang rusak, informasi yang terus mengalir bahwa ada orang-orang yang memanfaatkan proyek pengadaan buku ajar dengan cara yang kurang ngajar. Apalagi dengan melihat kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada pendidikan bangsanya.
2. Secara institusional, sekolah kita belum mampu membuat visi dan orientasi yang berpihak kepada rakyat, akan tetapi berpihak pada kepentingan investasi modal. Di sisi lain sekolah juga belum mampu mengaplikasikan strategi pembelajaran dan pendidikan yang menyentuh wilayah “dalam” manusia agar peserta didik memiliki kompetensi unggulan sehingga ia dapat berpartisipasi untuk memajukan peradaban yang berkeadaban.

Politik Keterpaksaan Sekolah
Jika sekolah masih diposisikan sebagai alat politik, maka pendidikan politik bagi generasi muda di negeri ini akan mengalami penurununan kualitas dan bahkan lebih drastis lagi. Untuk mengatisipasi agar unsur keterpaksaan sekolah bias dinetralisasikan dari pengaruh politik jahat, maka harus ada program pembebasan rakyat dari keterpaksaan dalam menempuh pendidikan.
Kebebasan memilih pendidikan yang berkualitas tanpa dibebani biaya yang tidak terjangkau adalah salah satu solusi di samping peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan itu sendiri. Pendidikan yang berkualitas harus tersebar di seluruh sudut kehidupan bangsa sehingga muda diakses. Dengan teknologi informasi, upaya ini menjadi lebih mudah untuk direalisasikan.
Untuk memberikan alternatif solusi agar sekolah bisa murah sehingga bisa terjangkau oleh semua lapisan masyarakat di antaranya dengan :
1. Pengalokasian dana APBN/APBD 20 persen untuk pendidikan, sehingga tidak hanya menjadi wacana atau dengan menggunakan politik anggaran.[4]
2. Memotong gaji pejabat tinggi yang dialokasikan untuk pendidikan berdasarkan komitmen yang dipaksakan pemerintah.
3. Menarik pajak pendidikan melalui perusahaan-perusahaan besar.
4. Menginvestigasi dan menjatuhkan sanksi kepada semua pihak yang melakukan korupsi atas anggaran pendidikan.
5. Mendorong sektor usaha yang terkait dengan lembaga pendidikan untuk mengalokasikan anggaran yang bisa memanfaatkan secara maksimal oleh institusi pendidikan.
6. Melibatkan media massa terutama untuk memberi liputan yang berani dan tajam mengenai komitmen sejumlah kalangan untuk pendidikan.
7. Membuat standar baru tentang kualitas pendidikan yang tidak saja menyentuh kemampuan dan krativitas siswa melainkan juga ongkos sekolah.
8. Mendorong manajemen lembaga pendidikan secara terbuka dengan melibatkan sejumlah wali murid dan jika perguruan tinggi adalah mahasiswa untuk mendesain kebutuhan lembaga pendidikan.
9. Mendorong kalangan parlemen untuk terlibat aktif dalam penentuan pejabat pendidikan. Pejabat pendidikan bukan urusan internal sekolah melainkan urusan publik.
10. Melakukan penarikan dana langsung ke kalangan masyarakat.

Pendidikan yang Tejangkau dan Berprestasi
Sepuluh alternatif tersebut masih perlu didiskusikan dan dilengkapi.
1. Memotong gaji memberikan kesan pemaksaan. Pemaksaan memberikan efek kurang positif dalam pendidikan. Sebagai alternatif bisa dilakukan sosialisasi zakat profesi dan zakat semua penghasilan yang diperoleh oleh pejabat dan tenaga profesional.
2. Menerapkan konsep bahwa bagi orang yang telah membayar zakat di atas bisa dimasukkan sebagai bagian dari pembayaran pajak. Dengan ikatan spiritual dimungkinkan para pengusaha lebih mudah untuk mengeluarkan dana pendidikan.
3. Melakukan kontrol secara komprehensip dan menjatuhkan sanksi kepada semua pihak yang melakukan korupsi bukan hanya atas anggaran pendidikan tetapi pada semua anggaran.
4. Memanfaatkan dan mendukung pendidikan keluarga (home schooling) dengan optimalisasi peran ibu sebagai pendidikan anak dan generasi muda.[5]
5. Membangun tradisi keilmuan/akademik di setiap lingkungan sosial dan melengkapi sarana atau media pendidikan sehingga mudah diakses oleh masyarakat.
6. Optimalisasi fungsi masjid dan perpustakaan. Apabila perpustakaan belum ada bisa dimachingkan dengan masjid sekaligus upaya pelengkapan buku-buku yang dibutuihkan dan aktual bagi masyarakat.[6]
7. Membuat kelompok pemikir kependidikan di pusat dan masing-masing daerah yang bertugas memberikan masukan dan antisipasi terhadap problem-problem kependidikan. Hal ini karena problem yang akut akan membutuhkan biaya tinggi dan kemudian akan membebani masyarakat.
8. Mendorong berdirinya sentra-sentra pendidikan masyarakat seperti pesantren dan madrasah diniyah yang biasanya dikelola dengan kesadaran tinggi dan kemandirian.
9. Memilih pejabat yang berpihak dan bukan yang netral. Memilih pejabat atau pimpinan yang berkarakter memihak rakyat dan keadilan.
Terkait dengan pendanaan, selain dana dari sumber yang sudah lazim, sekolah/lembaga pendidikan dapat mengembangkan dana dari donatur (infaq-shadaqah), zakat, dan wakaf (termasuk wakaf media pembelajaran, buku perpustakaan, dan fasilitas masjid). Pendanaan model ini bisa diterapkan khususnya pada madrasah atau sekolah agama apalagi keluhan madrasah yang selama otonomi daerah diibaratkan (Kompas, 11 September 2004: 10) tak lebih dari anak tiri bagi pemerintah daerah dan tak lebih dari anak angkat bagi pemerintah pusat.
Pendidikan yang murah adalah pendidikan yang berprestasi. Prestasi ini bisa kita capai dengan kerja keras, komitmen yang tinggi, dan kerja sama dengan berbagai pihak termasuk pemerintah. Dukungan politik dan semakin kondusifnya peran politik masyarakat di era reformasi ini prestasi sekolah atau lemabaga pendidikan bisa lebih mudah direalisasikan.

Political Will Pemimpin dan Do’a Khusyu’ Rakyat
Dalam masyarakat paternalistik, pemimpin, pejabat, dan orang tua merupakan panutan yang menentukan. Pemikiran dan wacana yang berkembang hanya akan menjadi agenda jika pemimpin di republik ini tidak merealisasikannya. Kebijakan politik harus segera diambil sebelum negara ini menjadi lebih “menyedihkan”. Harapan terhadap political will ini juga terkait dengan pemimpin informal dan nonformal yang memiliki kemampuan dan kekuatan lebih disbanding rakyat kebanyakan.
Do’a kaum dhu’afa’ akan terkabul jika dilakukan dengan khusyu’ yang berarti disertai dengan ihktiar yang serius dan bergandengan tangan dengan berbagai pihak untuk maju. Pertikaian tidak lagi diagendakan apalagi dilaksanakan, karena waktu tertumpah untuk pendidikan umat dan kemanusiaan. Dengan demikian semoga bencana di negeri ini berganti menjadi kejayaan, baldatun thayyibatun warabbun ghafur. Wassalam.

[1] Makalah singkat ini disampaikan dalam “Seminar Pendidikan 100 Tahun Kebangkinan Nasional” PC Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Banyumas Tanggal 20 Mei 2008.

[2] Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag adalah Dosen Jurusan Tarbiyah, Direktur Program Pascasarjana STAIN Purwokerto, dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa (Pesma) An Najah Purwokerto.

[3] Sebagai bahan referensi, menarik untuk dibaca buku Paulo Freire, Politik Pendidikan: Kebudayaan, kekuasaan, dan Pembebasan, (Yogyakarta: Read, 2000).
[4] DIPA yang memasukkan PNBP (seperti SPP) dicurigai sebagai bagian dari politik pendidikan yang didesain pemerintah untuk memenuhi 20 % APBN/APBD.
[5] Terkait dengan peran perempuan dalam pendidikan, baca buku penulis Pendidikan Perempuan (Yogyakarta: Gama Media & STAIN Press, 2003) sedang terkait dengan pemanfaatan budaya dalam pendidikan (home schooling) baca buku penulis Harmoni Dalam Budaya Jawa : Dimensi edukasi dan Keadilan Gender (Yogyakarta: Pustaka Pelajar & STAIN Press, 2007).
[6] Tentang optimalisasi fungsi masjid, baca buku penulis Menggugat Fungsi Edukasi Masjid (Yogyakarta: Grafindo & STAIN Press, 2005).

Minggu, 16 Maret 2008

Agama dan Lingkungan

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM[1]
Oleh Dr. H. Moh. Roqib, M.Ag. ٭٭





I. PENDAHULUAN

Tragedi lumpur panas di Sidoarjo Jawa Timur sungguh menyayat hati. Semestinya kejadian ini –juga kejadian yang lain yang datang bertubi-tubi dan hampir bersamaan—cukup menyadarkan semua individu untuk memperbaiki diri. Dari tragedi itu paling tidak dapat dipahami bahwa a) kerusakan yang terjadi, sebagian besar, adalah akibat ulah manusia, b) pemahaman keagamaan kita selama ini dirasakan kurang mampu untuk membuat lingkungan ini menjadi lebih teduh dan indah, c) keteladanan untuk menciptakan bumi yang ramah terhadap manusia hendaklah merupakan agenda mendesak yang harus dilakukan oleh pemegang kebijakan pada wilayah dan posisi apapun.
Dalam konteks pemahaman terhadap ajaran agama tentang alam, ada agenda yang harus dilakukan oleh tokoh agama dan pemerintah yaitu 1) bagaimana hubungan antara manusia dengan Tuhan dan alam, 2) mengapa ajaran agama belum sukses membentuk manusia yang ramah alam, sehingga lingkungan alam juga ramah terhadap manusia, 2) bagaimanakah ajaran agama memberikan gambaran tentang sisi penting menjaga kelestarian alam dan tidak berbuat kerusakan, 3) bagaimana strateginya agar pemahaman ajaran agama dapat diartikulasikan dalam kehidupan umat, 4) siapakah yang berkewajiban untuk melakukan tugas mulia tersebut.
Tulisan ini akan mengupas beberapa pertanyaan tersebut serba singkat dengan tujuan untuk mendapatkan umpan balik dari peserta diskusi.

II. KOMUNIKASI MANUSIA DENGAN ALAM
Manusia sebagai individu dan sosial berkewajiban untuk melakukan komunikasi secara dekat dengan Tuhan (hablun min Allah) dan komunikasi secara harmonis dengan alam (hablun min al-’alam). Manusia sebagai aktor dalam berkomunikasi sering mendapatkan penekanan lebih dari makhluk lain sehingga muncul istilah yang lebih populer hablun min an-nas, hubungan (baik) dengan sesama manusia, dari pada kata hubungan baik dengan alam. Secara kosmologis manusia menjadi bagian dari makrokosmos yang diharapkan mampu menjaga hubungan baik dengan sesamanya.
Sebagai individu ia harus membangun komunikasi yang baik dengan sesama manusia. Manusia tidak bisa hidup tanpa yang lain. Bahkan dalam shalat pun ia harus bersama dan damai dengan yang lain. Jama’ah menunjukkan arti kebersamaan sedang untuk shalat (jamaah) berarti salat tersebut dilakukan secara bersama-sama antara imam (yang memimpin shalat) dan ma’mum yang mengikuti imam dalam shalat. Dalam konteks sosial ada kata Ijtima’iyah yang berarti sosial-kemasyarakatan.
Perkembangan Fiqh akhir-akhir ini juga bersentuhan dengan kehidupan sosial yang kemudian dikenal dengan sebutan fiqh ijtima’i atau fiqh sosial. Kajian fiqh dalam perspektif baru ini ini mendapatkan perhatian serius dari kalangan intelektual Muslim di antaranya oleh KH. Ali Yafie[2] dan KH. Sahal Mahfudz[3] dan juga oleh santri Ma’had Ali yang telah menerbitkan Fiqh Rakyat[4] yang di awal bab mengkaji tentang “Mendamaikan Yesus dan Muhammad”. Pengembangan pemikiran fiqh sosial di atas mulai terbangun kuat dan berkembang pesat di pesantren-pesantren NU pada umumnya, sedangkan dalam konteks sosial yang lain seperti tauhid sosial lebih gencar digelindingkan oleh komunitas Muhammadiyah yang memang sejak awal tauhid sebagai pijakan dakwah perserikatan ini.
Sesuatu yang menarik dicermati dalam konteks ini adalah kecenderungan Kyai atau ulama yang tertarik fiqh dan tauhid sebagai pijakan awal berfikirnya. Kyai atau intelektual Muslim yang lebih mengedepankan aspek fiqh dalam pengembangan berfikirnya dikenal lebih mengembangkan watak akomodatif-kultural sehingga tidak menimbulkan konflik dengan budaya lokal di mana Islam dikembangkan. Berbeda dengan tokoh atau intektual Muslim yang corak berfikirnya lebih teologis (aqidah) dikenal watak berfikir dan gerakan dakwahnya cenderung tegas dan legal-formal atau bahkan radikal tatkala menyapa kultur atau budaya setempat.
Istilah Fiqh sosial dan Tauhid sosial selama ini lebih tertuju pada sisi aplikatif nilai ajaran dalam kehidupan sosial. Pendekatan fiqh lebih dimungkinkan adanya pengembangan kedamaian hubungan antar agama dan sikap pural dibandingkan dalam pendekatan tauhid. Dalam konteks spriritual, dialog diperlukan agar pemikiran yang berkembang tidak menimbulkan ekses negatif bagi umat sendiri dan juga bagi umat lain. Agama berfungsi sebagai rahmatan lil ‘alamin harus dibuktikan dalam kehidupan riil umat.
Berbicara tentang hubungan budaya dalam masyarakat majemuk ada tiga teori yang menunjukkan corak yang berbeda yaitu etnosentrisme, melting pot (peleburan), dan pluralisme.[5] Etnosentrisme terjadi bila masing-masing budaya bersikukuh dengan identitasnya, dan menolak campurtangan kebudayaan lain. Melting pot ialah peleburan komponen-komponen etnis ke dalam hanya satu identitas baru. Sementara pluralisme dimaksudkan bahwa masing-masing etnisitas tetap memegang identitas kelompoknya, tetapi dalam beberapa hal ada identitas yang sama.
Pluralisme (atau paham kemajemukan) pada dasarnya merupakan pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities within the bonds of civility) yang merupakan keniscayaan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkannya,[6] bukan sekedar “kebaikan negatif” (negative good) yang difungsikan sebagai upaya menyingkirkan fanatisme.[7]
Pluralisme, dengan demikian, membutuhkan pengakuan, penerimaan, dan sikap tulus terhadap kemajemukan yang ada sebagai rahmat Allah SWT untuk membawa manusia ke akulturasi budaya dan peradaban yang tinggi dan dinamis (masyarakat mutamaddin atau civil society).
Pluralisme yang berkembang bisa menuju ke arah positif tetapi juga bisa negatif. Pluralisme menjadi positif apabila individu memahami di luar agamanya ada agama lain yang harus dihormati dan masing-masing agama harus tetap memegang teguh agamanya yang berarti bersikap positif terhadap agamanya sendiri. Tetapi pluralisme akan negatif jika individu mengumpamakan agama seperti baju yang dengan mudah ia menggantinya sesuai dengan kondisi dan selera (kepentingan sesaat). Pluralisme negatif akan menimbulkan masalah baru yaitu ketersinggungan para pemeluk agama karena agamanya dibuat mainan dan kurang berarti.
Beberapa ilmuan Muslim selain konsen terhadap masalah sosial, pada akhir-akhir ini juga telah dilakukan kajian ke bidang ke alaman lain seperti Islam dan Lingkungan Hidup dan Fiqh Tanah. Dua tema kajian yang mungkin belum begitu populer di telinga umat Islam sendiri.
Sebagai individu, manusia juga harus berkomunikasi dan berbuat baik (amal shalih) dengan alam dalam bentuk menghidupkan, merawat, melestarikan, dan meningkatkan potensi alam. Segala bentuk perbuatan yang akan mengurangi bahkan menghilangkan daya kemanfaatan alam dilarang oleh agama. Membakar atau memotong tumbuhan tanpa alasan syar’i (yang diperbolehkan oleh agama) dilarang. Menyembelih atau membunuh binatang dengan cara yang menyiksa atau tidak ada gunanya dilarang agama.
Agama sebagai rahmat bagi alam semesta hanya akan terwujud jika anjuran untuk menjaga alam (khalifah fil ardh) diperankan oleh manusia dengan baik dan menjahui segala bentuk perbuatan yang akan merusak alam. Ada lima hal yang harus dipertahankan dan dijaga oleh setiap individu (al-muhafadhat al-khams) yaitu: a). hifdh al-din, menjamin keselamatan keyakinan agama masing-masing, b). hifdh al-nafs, jaminan keselamatan kehidupan bagi warga masyarakat dan alam karenanya pemerintahan harus berdasarkan hukum, dengan perlakuan yang adil kepada semua warga masyarakat dan alam tanpa kecuali, c). hifdh al-‘aql, menjamin setiap bentuk kreasi baik bersifat intelektual maupun budaya dan seni. Pemikiran keagamaan apapun harus dihargai dan tidak boleh dimatikan. Formalisasi pemikiran keagamaan akan menindas hak individu untuk menganut kebenaran. Islam memberikan ruang bagi setiap individu untuk melakukan eksperimentasi kebenaran melalui pengalaman esoteris dan proses dialektis, d). hifdh al-nasl, menjamin keselamatan keturunan alam agar tetap berkualitas dan lestari. Setiap kehidupan wajib diselamatkan dari kepunahan dan kehancuran, e) hifdh al-mal, menjamin keselamatan harta benda (al-milk, property) dan hak kepemilikannya. Dengan hak tersebut warga masyarakat secara perorangan memiliki peluang dan sarana untuk mengembangkan kreatifitas diri dan kesediaan untuk melakukan transformasi dalam kehidupannya sesuai dengan pola yang ia pilih dan tidak keluar dari alur umum kehidupan.[8]

III. STRATEGI PELESTARIAN ALAM
Dalam konteks teologis, Tuhan menciptakan alam disertai dengan hukum alam yang melekat padanya. Apabila manusia –karena keserakahannya-- melakukan pengrusakan maka alam akan menunjukkan permusuhannya kepada manusia. Agar alam tetap bermanfaat dan memberikan keteduhan bagi manusia maka yang harus dilakukan adalah :
1. Sosialisasi ajaran agama yang terkait dengan kebersamaan serta peningkatan dan pelestarian alam lebih intensif dan terprogram sehingga fokus dan mencapai tujuan.
2. Membuat proyek percontohan tentang pelaksanaan ajaran agama tersebut dalam sebuah desa, kota, hutan, dan lainnya yang memungkinkan untuk jadi model bagi pengembangan wilayah yang lain.
3. Membuat sistem kontrol yang humanis dengan disiplin tinggi, sehingga masyarakat berkenan untuk melakukan hubungan yang harmonis dengan sesama dengan nuansa pelestarian alam secara alami dan senang hati. Qur’an telah menyinggung tentang kecenderungan manusia untuk membuat kerusakan di bumi ( dhahara al-fasad fi al-barr wa al-bahr bima kasabat aidi al-nas) dan itu telah diprediksi oleh Malaikat saat penciptaan Adam (ataj’alu fiha man yufsidu fiha wa yasfiku al-dima’). Sistem kontrol sosial berbentuk peraturan perundang-undangan maupun tradisi yang berkembang di masyarakat sangat penting agar manusia disiplin dengan nilai dan ajaran agama.

IV. PENUTUP
Demikian secara singkat, bahan diskusi ini penulis sampaikan, semoga bermanfaat.


[**] Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag adalah Dosen Jurusan Tarbiyah, Direktur Program Pascasarjana STAIN Purwokerto, dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa (Pesma) An Najah Purwokerto.

1] Makalah disampaikan acara Pembinaan KPSA (Kelompok Pelestari Sumberdaya Alam), Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyumas pada tanggal 21 September 2006.
[2] KH. Ali Yafie, Wacana Baru Fiqh Sosial (Mizan: 1997, 1997).
[3] KH. A. Sahal Mahfudz, Nuansa Fiqh Sosial (Yogyakarta: LkiS, 1998).
[4] Tim Redaksi Tanwirul Afkar, Fiqh Rakyat: Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan (Yogyakarta: LkiS, 2000).
[5] Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam (Bandung: Mizan, 1997), hal. 155.
[6] ……Sekiranya Allah tidak menahan suatu golongan atas golongan yang lain, niscaya binasalah bumi ini. Tetapi Allah penuh karunia atas alam semesta. (QS. Al-Baqarah/ 2:251).
[7] Nurcholis Madjid, Cendikiawan dan Religiusitas Masyarakat (Jakarta: Paramadina, 1999), hal. 63.
[8] Di antara penjelasan tersebut baca, Abdurrahman Wachid dalam Buddy Munawar-Rahman, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1994), hal. 546-549.

Membangun Surga Pendidikan

MEMBANGUN “SURGA PENDIDIKAN” DI BANYUMAS
Oleh. Dr. H. Moh. Roqib, M.Ag [i]




SURGA PENDIDIKAN
Surga pendidikan di Banyumas ? Ah itu mimpi…! Mungkin demikian kata banyak orang saat membaca judul tulisan ini. Sebuah sanggahan yang mengisyaratkan ada keterputus asaan terkait dengan janji atau impian bahwa akan terwujud sebuah kehidupan harmonis, dinamis, dan bahagia. Sebentar, jangan disanggah dulu. Mimpi itu penting, melamun atau bercita-cita yang mungkin terlihat absurd sekalipun itu penting bagi kehidupan manusia, minimal untuk memberikan ruang alternative saat keterputus asaan mendera jiwanya. Meski demikian, lamunan, hayalan, dan harapan tersebut tidak boleh berkepanjangan (thulul amal) karena hanya akan menghabiskan energy dan waktu. Berhayal dan melamun akan dunia penuh keindahan kemudian segera menyingsingkan lengan baju untuk cancut taliwanda bekerja keras untuk menggapai cita dan harapan.
Surga pendidikan di Banyumas dimaknai sebagai gagasan untuk mengkreasi potensi Banyumas khususnya Purwokerto menjadi pilot project pendidikan daerah yang maju, dinamis, dan menyenangkan bagaikan lingkungan surga yang membahagiakan tetapi penuh dengan kemajuan ilmu, teknologi, juga peradaban dan nilai-nilai kemanusiaan. Sebuah surga dunia yang didiami oleh berbagai komponen bangsa yang plural dari sisi etnis, suku, dan agama yang semuanya bergerak dan membangun “bayangan surga” di bumi dengan fokus pengembangan pendidikan.
Mungkinkah orang membangun surga tanpa pendidikan. Tidak mungkin. Surga tidak mungkin berdiri di atas kebodohan, karenanya ketinggian derajat selalu diikat oleh ketinggian ilmu. Pendidikan yang baik akan membawa bayangan kehidupan surga semakin Nampak dan membumi. Sebaliknya pendidikan yang jelek dan buruk akan meracuni kehidupan dan membawanya ke kehidupan sengsara bagaiakan hidup di neraka.
Surga bisa diciptakan di dalam diri, di keluarga, di sekolah, di masyarakat, dan lingkungan alam yang lebih luas. Arsitek bangunan surga harus disiapkan dan didukung, sedang arsitek bangunan neraka harus diminimalkan agar dunia tetap layak dihuni dan berperadaban mulia. Dengan mengadopsi informasi dalam al-Qur’an dan Kitab Suci lain, diskripsi surga yang di antaranya airnya mengalir, ada perempuan bidadari yang meneduhkan, hubungan kekeluargaan yang harmonis dan komunikatif karena di dalam surga tidak ada perkataan kotor dan menyakitkan, buah-buahan melimpah ruah, lingkungan yang bersih dan lain sebagainya. Diskripsi ini memberikan petunjuk teknis yang cukup jelas untuk direalisasikan di bumi.

KETELADANAN PERGURUAN TINGGI
Jika surga dunia diwujudkan dan tidak mungkin terlepas dari pendidikan maka peran perguruan tinggi menjadi amat strategis. Di Purwokerto sudah ada perguruan tinggi negeri seperti STAIN dan Usoed yang merupakan satu-satunya perguruan tinggi agama dan umum negeri di eks karsidenan Banyumas, dan perguruan tinggi swasta seperti UMP, Unwiku, STIE, dan lain sebagainya. Perguruan Tinggi (PT) diharapkan mampu membuat desain pendidikan yang joyfull atau menyenangkan dan melekat dalam kehidupan warganya. Desain yang komprehensip yang menyentuh semua sisi kehidupan manusia dengan dasar pijak keilmuan yang jelas. Desain ini kemudian didiskusikan untuk dilengkapi dan disempurnakan sehingga lebih applicable, lamunan yang dekat dengan realitas. Jika sudah selesai, desain ini diaplikasikan di perguruan tinggi sebagai model. Keberhasilan model percontohan ini dikembangkan ke beberapa lembaga pendidikan menengah, dasar dan seterusnya.
Desain yang ada terus dilakukan evaluasi dan pengembangan sekaligus terus diaplikasikan untuk kalangan yang lebih luas. Jika program ini berhasil di perguruan tinggi, dengan “pendekar-pendekar” pendidikan yang kokoh dalam karakter sehingga muncul figur kharismatik dan membanggakan maka proses sosialisasi akan lebih mudah. Tradisi dan budaya akademik yang telah terbangun bisa di semaikan dalam kehidupan riil umat sehingga lambat laun kehidupan umat atau warga Banyumas identik dengan pengembangan ilmu.
Yang perlu diingatkan bahwa surga pendidikan itu mensyaratkan adanya kehidupan yang damai, dinamis, sejahtera dengan lingkungan sosial dan fisik yang ideal seperti hubungan persaudaraan yang baik dan lingkungan alam yang hijau dengan buah-buahan yang cukup. Desain pendidikan ini juga memberikan ilmu, pengalaman, dan prilaku edukatif bagi semua anggota masyarakat sehingga kehidupan yang diyakini sebagai miniatur surga dapat tercapai.
Perguruan Tinggi (PT) yang diakui telah memiliki kesadaran lebih dahulu dan tingkat ekonomi yang lebih cukup daripada anggota masyarakat lain pada umumnya harus memberikan contoh dan teladan kongkrit. Pertanyaannya, siapakah yang akan memulai proyek besar ini. Jawabannya adalah proyek ini akan berjalan efektif jika Ketua atau Rektor berada di garda paling depan. Jika sivitas akademika adalah kumpulan orang-orang unggul, maka semestinya rektor atau ketua adalah orang yang paling unggul dari mereka. Apa memang demikian, kata Ebiet, tanyakan pada rumput yang bergoyang. Jika ia perduli dengan dan responsip terhadap program-program akademik serta ia berada di garda terdepan berarti ia rektor dan ketua perguruan tinggi yang sebenarnya.

RESPON PEMERINTAH DAERAH
Kesulitan bagi PT di antaranya adalah dukungan dana untuk membiayai program-programnya, untuk itu komitmen pemerintah daerah amat penting di samping kebijakan dan dukungan pemerintah pusat. Pemerintah kabupaten Banyumas harus segera “mendeklarasikan Purwokerto Surga Pendidikan” yang akan menjadi contoh dan rujukan bagi pemerintah kabupaten lain. Potensi PTA-PTU negeri swasta yang cukup memadai dikembangkan dengan melibatkan instansi terkait seperti pariwisata agar pendidikan ini lebih menyatu dengan keindahan alam dan seni-budaya lokal. Obyek wisata yang selama ini dimiliki oleh Pemda Banyumas harus didesain ulang dengan memberikan “manik-manik kependidikan” yang menumbuhkan kenyamanan dan kreasi-kreasi baru.
Perpaduan ini diharapkan membuat “siswa-mahasiswa” betah berada di Banyumas dan terus belajar sepanjang hayat. Kebijakan integrative ini membutuhkan dukungan seorang bupati sebagai kepala pemerintahan kabupaten yang visoner, berkarakter tegas dan mandiri. Pilkada tahun 2008 menjadi taruhan sekaligus jawaban apakah cita-cita menjadikan Purwokerto sebagai kota pendidikan yang beraroma surga dapat diapresiasi dan ditindalanjuti ataukah sekedar angin lalu yang akan segera terlupakan. Di sisi lain DPRD yang mengethok final peraturan daerah atau kebijakan lain dituntut untuk memahami tugasnya dan berkenan berpihak untuk memajukan rakyatnya lewat pendidikan. DPRD yang berorientasi uang dan prestise segera ditinggalkan karena hanya akan membebani kehidupan umat.

PERPUSATAKAAN BERSAMA PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Desain kota pendidikan apalagi dibubuhi kata surga mengharuskan ada beberapa perpustakaan yang lengkap dan berada di sekitar warga atau penduduk setempat. Untuk memenuhi kebutuhan perpustakaan yang merupakan jantung pendidikan bisa didirikan perpustakaan bersama khususnya untuk pendidikan luar sekolah, seperti pesantren, madrasah diniyah, majlis ta’lim, dan lainnya. Sebagai contoh :
1. Beberapa desa yang berdekatan membuat perpustakaan dengan koleksi buku, CD, Film, dan semacamnya terutama yang terkait dengan kebutuhan warga desa.
2. Beberapa pesantren atau majlis ta’lim yang berdekatan di kecamatan atau di beberapa desa mendirikan perpustakaan bersama juga dengan menyediakan referensi terkait terutama kitab-kitab langka agar bisa diakses bersama-sama.
3. PAUD, SD, SMP, SMA, SMK juga demikian dapat menyelenggarakan perpustakaan bersama.
Perpustakaan bersama dapat mengatasi keterbatasan pendanaan dan mampu menciptakan kehidupan lebih akademis. Setiap musyawarah atau rapat disertai dengan referensi atau data dan perpustakaan yang menyediakan referensi atau data itu. Penyelesaian masalah (problem solving) dilakukan dengan pendekatan akademis yaitu didampingi oleh refernsi dan data.
Yang perlu mendapatkan penekanan di sini adalah tentang kesediaan hidup berdampingan dengan kepemilikan bersama khususnya terhadap referensi dan data. Perpustakaan yang merupakan milik bersama harus dikembangkan dan dijaga bersama-sama. Suatu tradisi yang “bopeng” dalam masyarakat kita selama ini. Sifat egois menjadi musuh program ini.

RESEPSI, BULAN MADU, DAN PELANTIKAN ILMIAH.
Lamunan akan surga pendidikan bergerak menuju pengandaian, alangkah indahnya jika dalam acara resepsi pernikahan ditampilkan pentas seni-budaya lokal dan kemudian diapresiasi oleh tokoh agama, budayawan, dan akademisi sehingga terwujud “Resepsi Ilmiah” berdimensi keilmuan dan kegembiraan surgawi. Andai “penganten baru” sarimbet berbulan madu ke Baturaden melakukan kajian tentang “keanekaragaman hayati” beserta “reproduksinya” kemudian dikaji bersama dengan mesra yang terkadang tertawa renyah sambil berpelukan membandingkan dengan proses reproduksi manusia seperti dirinya, disampingnya ada beberapa literatur terkait dengan reproduksi, wah indah sekali. Ini namanya “Bulan Madu Ilmiah”. Atau mereka pergi ke “Kebon Binatang” sambil membawa literatur tentang model reproduksi hewan-hewan yang dibandingkan dengan proses reproduksi manusia. Luar biasa, indahnya. Jika demikian maka bulan madu ini dapat meningkatkan keilmuan, spiritualitas karena bertambah rasa syukurnya “…. Ternyata manusia lebih punya banyak alternatif dalam berhubungan badan….”. Alhamdulillah.
Pelantikan, misalnya, selama ini cenderung formalitas yang menghambur-hamburkan uang dan menyia-nyiakan waktu, harus didesain ulang. Andai sebelum pelantikan, didikusikan dengan baik dan nyaman tentang tugas, tanggungjawab, dan wewenang seorang pejabat yang akan dilantik. Referensi didatangkan secukupnya, potensi pengemban tugas dilihat dan bagaimana cara mengembangkannya. Jika ini terjadi, kemajuan dan kegembiraan ada di pelupuk mata. Jabatan adalah amanah dan amanah ini harus diemban dengan sepenuh hati, ilmu yang memadai, dan keterbukaan untuk saling menolong dan melengkapi. Ini namanya “pelantikan Ilmiah”.

SIAPA YANG MEMULAI ?
Gagasan Membangun Surga pendidikan ini harus dipahami dan dikawal lebih dahulu oleh Rektor Unsoed, Ketua STAIN, Rektor UMP, dan Unwiku, Bupati, Ketua DPRD, Ketua Pengadilan, Kejaksaan, dan lain-lain . Kepala, ketua, rektor, atau bupati harus berjalan lebih dahulu jika ia ingin sungguh-sungguh peduli pada kepentingan umat dan warga. Kesejatian dalam kepemimpinan harus ditunjukkan secara riil seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw., Pembicaraan kosong dalam pidato kenegaraan, ceramah agama, kampanye, dan forum semacamnya harus diakhiri diganti dengan penyampaian pemikiran ilmiah, produktifitas, dan kerjasama untuk kemajuan. Siapa yang berani menolak coba angkat kaki, eh… angkat jari !. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang membuat rakyatnya menjadi baik bahkan lebih baik dengan mengerahkan semua potensi yang dimilikinya. Ia harus memberi contoh keteladanan dalam berprilaku (seperti santun dalam berbicara, tidak mudah marah, tidak menang sendiri), kreatif atau produktif, selalu berbuat disertai hati yang bening dan berdo’a untuk kebahagiaan dan kesejahteraan umat dan warganya.
Pimpinan yang memulai akan efektif diikuti oleh umat dan warganya. Jika pemimpin tidak juga bergeming untuk berbuat, rakyat atau umat bisa mengambil inisiatif meski hal ini diakui lebih sulit dilakukan sekaligus menunjukkan rakyat belum memiliki pemimpin.

[i] . Dr. H. Muhammad Roqib, M.Ag adalah Dosen Jurusan Tarbiyah, Direktur Program Pascasarjana STAIN Purwokerto, dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa (Pesma) An Najah Purwokerto.

Jumat, 14 Maret 2008

Suatu Pagi di Baturaden

BELAJAR DARI ALAM BATURADEN
Oleh. Moh. Roqib


Pagi itu masih begitu gelap, kabut juga masih jauh dari sentuhan matahari, sekitar pukul 05 aku keluar dari kamar di mana aku melepas lelah. Lingkungan Queen Garden Hotel di Baturaden yang kutempati Raker-rakor sangat indah. Kupanjatkan puji dan syukur ke hadirat Yang Maha Kuasa betapa limpahan rahmat dan karunianya amat banyak kurasakan. Karunia yang tak mungkin habis dan akupun tak bisa menghitungnya satu persatu. Karunia yang aku rasakan pagi itu begitu indah dan amat menawan hatiku. Aku mencoba melihat kembali file-file lama yang telah membuatku seperti sekarang ini.
Orang tua yang telah melahirkan, mendidik, dan mencintaiku sepenuh hati, meski aku pun sering kurang sabar dan menginginkan lebih dari kecintaan orang tuaku yang tani dan kurang berpendidikan. Kuharapkan mereka mampu memberikan kasih dan cintanya sebagaimana orang kota, kaya, dan pintar. Perasaan yang kurang cerdas karena menuntut lebih dari yang bisa dilakukan oleh orang tua. Sampai di sini aku beristighfar, baru pada tuntutan dalam perasaan yang melintas saat itu, terasa aku telah berbuat kurang ”baik” terhadap orang tuaku sendiri yang aku adalah bagian dari darah dan dagingnya. Kuulang berkali-kali istighfar itu. Airmataku jatuh dan membasahi pipi di pagi buta itu.
File lama terus kubuka, alangkah banyak jasa-jasa orang yang ada disekitarku yang mampu mendidikku dan menyangiku dengan cara yang santun, baik, bijak, dan kasih sayang meski ada sebagian kecil ada yang membuat jasa kepadaku dengan menyedihkanku melalui sikap angkuh, perkataan kasar, gurauan konyol, dan sikap acuh. Dari mereka aku belajar pada titik terkecil prilaku mereka apa pun prilaku itu disapakan kepadaku atau aku menyapanya. Kawan-kawanku saat aku masih kecil yang sering bermain-main dengan mereka. Indah sekali tawa dan tangis menghiasi perkawanan ini. Biasa dunia anak adalah tertawa dan menangis yang terkadang bersamaan. Cantik sekali prilaku anak kecil. Jasa mereka dalam hidupku amat berarti untuk membentuk watakku. Ataghfirullah, ampunilah Tuhan diri dan kawan-kawanku itu.
Masih tetap mengalir air mataku, saat kubuka file kawan-kawanku yang kucinta saat aku belajar di MTs, MAN, dan pesantren. Di antara mereka ada yang amat memberikan perhatian yang amat berguna. Perhatian dan keakraban sahabat yang mengerti akan orang-orang di sampingnya. Ada orang-orang spesial yang telah membangun suasana yang lebih indah dari yang lain. Suasana yang lebih religius, edukatif-kreatif, dan penuh pelibatan rasa dan perasaan. Ya Tuhan berikan kasih dan cintamu kepadaku dan kepada semua mereka yang telah membangun jiwa dan masa depanku. Sahabat-sahabatku di Perguruan Tinggi yang telah memberikan ”makna” lain dalam hidupku terutama dari aspek pemikiran dan pemahaman yang lebih luas. Mereka memiliki tradisi yang lebih intelektual dalam prilakunya saat bercanda, berbicara, dan bersikap. Meski terdidik masih ada yang bagiku kurang dan menginginkan agar mereka bisa seideal apa yang aku pikirkan. Astaghfirullah, ampunilah aku Tuhan. Ampunilah sahabatku dan berikanlah kepada kamu semua kehidupan yang penuh keselamatan dan kedamaian.
Do’a dan kalimah thoyyibah tetap terucap dari bibirku yang gemetar karena tak mampu menahan haru, betapa banyak limpahan karunia Tuhan itu yang selalu masuk dan menjadi bagian dari hidupku baik yang secara sadar kutemukan dan terkadang baru kutemukan saat perenungan di balik kejadian yang bisa jadi kuanggap kurang ”positif” bagiku. Badanku gemetar seakan berusaha menyesuaikan diri agar kenikmatan dan karunia itu bisa masuk dengan baik padaku tanpa kesulitan. Gemetar. Betapa banyak kawan dekat yang telah memberikan kontribusi baiknya kepadaku dengan caranya yang paling konyol sekalipun. Ya Tuhan, berikanlah ampunian dan karunia kepada mereka.
File berlanjut pada orang-orang yang telah memberikan cinta dan perhatian khusus kepadaku tetapi saat ini mereka jauh dari sampingku. Kusampaikan salam manis dan do’a semoga mereka bahagia dalam hidupnya. Kepada istri dan anak-anakku juga anak-anakku yang lahir dari rahim orang lain yang belajar bersamaku dan merasakan pahit getir kehidupan bersamaku, meski tidak lama hanya beberapa waktu saat ia belajar di lingkunganku. Kepada mereka kuucapkan do’a agar mereka sehat, selamat, dan damai dalam hidupnya. Mereka terkadang mendewasakanku dengan prilakunya yang aneh tetapi bermakna dalam hidup ini. Alhamdulillah, ampunilah Tuhan diriku dan mereka dan jadikan kami dalam rengkuhan nikmat dan karuniamu.
Aku semakin tersedu dalam tangisku saat memaca jasa sahabat-sahabat karipku. Karena mereka aku bisa hidup lebih bermakna dalam kehidupan ini. Tanpa mereka hidupku pasti sepi dan kurang berarti. Bersama mereka hidup ini terasa nyaman. Kunikmati hidup ini bersama yang lain karena tanpa kebersamaan hidup ini menjadi tidak menyentuk arti hidup.
Setelah kututup do’a dan file-file kehidupanku, kuusap air mata dan kotoran yang menyesakkan hidungku. Kupandang alam yang membentang di depanku. Ada rerumputan hijau yang sering diijak atau terijak kaki manusia atau hiwan yang melintasinya. Sudah menjadi resiko, posisi rendah potensial untuk diperlakukan kurang baik dan menyenangkan, meski bisa dimaknai lain bahwa untuk menjadi berguna terkadang perlu diinjak dan disakiti oleh yang lain. Ada rumput yang panjang, tetapi ia tidak mampu menopang badannya sendiri sehingga merayap di tanah dan diperlakukan sama dengan rumput yang lain bahkan akan dipotong untuk makan binatang ternak. Ini berarti ada makhluk Tuhan yang memiliki jasa panjang tetapi tetap saja ia akan mendapatkan perlakuan kurang terpuji karena posisinya di bawah, dan ia persembahan sebagian dari raganya untuk makhluk Tuhan yang lain. Ini juga karunia, bisa memberikan makna kepada yang lain dengan berkorban.
Sapaanku bergeser pada pohon-pohon sedang dan besar yang jauh dan indah dipandang. Mereka tersenyum dan melambai-lambai menjawab sapaan dan salamku. Sambil tersenyum kukatakan pada mereka ”cantik sekali”. Mereka berjajar indah karena menunjukkan identitas asli mereka tampa ditutupi dari berbagai sisinya. Ia tampil polos tanpa basa-basi. Luar biasa. Kebergaman kecil besar, tinggi rendah, dan warna-warni mampu menampilkan keagungan Tuhan dalam menyimpan rahasia alam semesta. Segera kusapa bunga-bunga di sampingku berdiri dan berdo’a sejak tadi. Kukatakan pada mereka engkau yang sejak tadi mendampingiku dan dekat dengan tempatku. Engkau amat menawan hatiku, tapi maaf tadi aku telah mengotorimu dan mengganggumu dengan suaraku. Aku berdoa pada mereka, berikanlah kasih dan sayangmu Tuhan, padaku dan pada hambamu yang telah mendidikku dengan rupa dan warnanya. Dari mereka aku bisa hidup lebih nyaman dan damai.
Kurasakan pelajaran indah pagi ini, jalinan hidup yang harus selalu dibina dan terus disempurnakan sebagai petunjuk bahwa kita ini tidak sempurna. Silaturrahim dengan makhluk Tuhan harus kontinyu dilakukan karena kasih-sayang harus terus berlangsung. Perbincangan harus terus dilakukan meski terkadang terjadi misunderstanding, kesalahpahaman. Jika perbincangan dan komunikasi terhenti berati kasih-sayang terputus dan kelasalahpahaman tetap berlanjut. Alhamdulillah. Engkau telah mendidikku setiap waktu.


Baturaden, 16 Pebruari 2008

Minggu, 09 Maret 2008

Puisi: ANITA (Kumpulan Puisi Lama)

A.N.I.T.A.
El Roqy el Lamonch


Rambut terurai panjang indah
Mata semu-semu sipit teduh
Dagu gontai merebut jari jemari
Pipi lesung mengundang mata-mata

Postur tubuh yang bernyanyi
Pinggang gemulai memejamkan mata
Leher bulat bagai bantal mutiara
Terselip kata purna intan permata

Anita…ya.. ia Anita….
Benar-benar ciptaan Tuhan
Bukan sekedar saingan
Kan kututup segala arah
Kan kutebas penjuru mata angin
Bila kan mengganggu jalan hidupnya.

Yogyakarta, 11-8-1993


MENYONGSONG KEMATIAN
Oleh : El RoQy El Lamonch


Jeritan itu sangat pelan
Yang tak pernah terdengarkan
Menapak dalam pahatan
Menggores dinding kebahagiaan

Kebahagiaan yang tertunda
Kesuksesan yang teragukan
Kemakmuran dibalik perjara
Keadilan terpaksa tergadaikan

Mimpi ini bagai kenyataan
Kenyataan ini bagai mimpi
Sebuah kenyataan jadi impian
Sebuah impian jadi kenyataan

Sampai detik tak terkirakan
Bumi terkelupas berantakan
Kehidupan menjemput ajal
Mayat berdiri menyongsong kematian

Taa mati yang sebenarnya.

Yogyakarta, 11 Agustus 1993



OTAK BERKARAT
El Roqy El Lamonch


+ Kecut…..
_ Pantas, llihat sakunya
+ Saku siapa
_ Orang tersenyum itu ..!
+ Kenapa.. ia kan wajar sebagai ……..
_ Sebagai apapun…..ia kecut…kecut karena dalam saku
+ Wajar tooh…sakunya tebal, karena…..
_ Tidak ada karena lain, hanya satu karena…..
+ Karena ia nggak sempat mandi, karena ia sibuk, karena ia berjuang karena ia bekerja, karena ia ……….
_ Tidur…sambil membawa bungkusan tape dan asam…..
+ Eeeeeh jangan menghina yaaa……….
_ Tidak menghina, cuman…….
+ Cuman apa…
_ Mengkritik, karena tanpa dihina ia sudah terhina
+ Maksudmu…?
_ Nah kau mulai kaya’ kerbau dungu
+ Apa….??!!
_ Jangan marah bung, kemarahanmu tidak mendatangkan uang
+ Apa ada marah mendatangkan uang, jangan main-main…!!
_ Ada, kemarahan yang pura-pura, alias ia pura-pura marah. Kemarahan seorang pimpinan untuk mencari keuntungan dan kewibawaan.
+ Keuntungan…? Kewibawaan…? Gombal…..
_ Orang macam kau inilah yang menjadi santapan kemarahan.
+ Lalu ia untung…?
_ Yaa ia dapat tambahan, tambahan semu dan memang disemukan, orang ini senang putar lidah, ia tidak pandai tidak juga cerdas. Ia anggap dirinya seorang jawara. Yaa jawara bila di kandang kerbau.
+ Bauk…..begitu maksudnya.
_ Yaa bahkan lebih panjang dari itu.
+ Maksudnya panjang anunya..?
_ Anu bathukmu…, panjang jangkauannya. Busuk kerbau sebatas kandang, busuk mulut sepanjang abab eh abjad.
+ Aku tak mengerti…!
_ Dasar dunia ini sudah penuh otak berkarat.


Yogyakarta, 11 Agustus 1993









NURANIKU


Kuberjalan dengan kedua kakiku
Seperti terkoyak-koyak
Tak berdaya
Tak punya ambisi
Rasa hati ini tak kuasa lagi
berjalan…..
tertatih tatih
seperti inikah ?
Gersangnya nuraniku
Tak kuasa memeluk Mu
Yaa Rabbi…..
Begitu kecil ….. hamba Mu ini
Seakan tak ada lagi kesombongan diri
Bergaya
Bersolek
Berkaca
Atau lagi mabuk tak peduli
Sempatkah nuraniku bersih kembali
Dengan kesucian hati
Dan bertengger dijalan Mu
Yaa Rabbi………………..








KERINDUAN


Aku terjepit
Diantara puing-puing
Aku terjepit
Diantara reruntuhan kasih sayang
Yang pernah datang
Dalam lembaran hidupku
Kini hanya tinggal kenangan
Yang menggores tajam
Di lubuk hatiku dan
Serpihan kasih sayang
Yang kian sirna ditelan waktu






KEMERDEKAAN


Jalan hidup berjalan apa adanya
Jauh dari berbagai rekayasa
Rekayasa meniadakan hakekatnya
Tersenyum dalam keterpasungkannya
Kemerdekaan negara harus berawal dari
Kemerdekaan individunya
Kemerdekaan individu
Membawa kemerdekaan negara
Apa arti kemerdekaan negara
Bila individu terjajah selamanya
Hakekat kemedekaan
Adalah adanya kebebasan
Yang semestinya bebas
Penjajahan adalah pengekang kebebasan
Bebas untuk berfikir
Berkreasi , beraktifitas
Dan juga berbicara
Kesalahan bukan berarti penjara
Akan tetapi pelajaran masa datang
Bila salah identik dengan hukuman
Kemerdekaan hanya fatamorgana
Kemerdekaan digincu omong kosong

Yogyakarta, 9 Agustus 1995
Muhammad Roqib





DOA UNTUK IBU


Ketika malam mencekam diri
Aku termenung sendiri
Aku ingat masa lalu
Aku ingat betapa besar
Pengorbananmu , ibu
Dengan susah payah kau melahirkan ku
Tak kau pikirkan hidup entah mati
Hanya diriku yang engkau nanti
Ibu … tiada emas dan permata
Yang bisa membeli kasihmu
Aku hanya bisa berbakti
Dan berdoa untukmu … , ibu




AL QURAN KITABKU


Di dalammu …..
Memuat arti yang dalam
Adalah petunjuk seluruh manusia
Di bumi
Di dalammu ……
Terjaga kesucian
Dari dulu hingga akhir zaman
Dialah al – Quran ! … tersirat
Kemenangan
Kita sebagai muslim
Harus mengamalkan
Supaya termasuk golongan orang
Beriman
Aamiin


CERMIN


Di depan cermin itu
Aku berdiri tegak
Kulihat bayangan wajahku
Tak ada kedengkian disana
Di depan cermin itu
Kupejamkan mataku
Kulihat isi hatiku
Tak ada di sana sampah Imanku
Di depan cermin itu
Kupasrahkan segalanya
Kepada Tuhanku
Dekatkan diri kepada Nya
Kita kan jauh dari syaitan



MENGGAPAI CITA-CITA


Segudang cita-cita
Kuangankan
Sedalam samudera terhampar
Setinggi gunung Himalaya
Seluas padang Sahara
Tuk menggapai masa depan
Nan cerah ceria
Tuk mengabdi
Kepada tanah tunpah darahku
Yaa Tuhan ….. !
Ridloilah aku
DIKALA BUKIT MENJERIT


Kabut menyapa lirih
Berkata dalam angan
Berlalu tiada perduli
Menghias panorama
Kaki menginjak – injak
Tanganpun menjamah
Bukit kehilangan wibawa
Dikala bukit menjerit
Duniapun merana

Media Sept. ‘93


MAHA RESI


Setumpuk buku kusam
Menyembul kecoak hitam
Sederet jenggot panjang
Bergerak perlahan – lahan
Baju kumal tak teratur
Itulah baju leluhur
Penjauh riak takabbur
Tak sempat karena tafakkur

Maha resi pinjamkan mata
Membuka mata yang sana
Membelah jarum dunia
Memotong yang tak akan luka

Maha resi yang langka
Kalau ada dianggap hina
Tak berfikir logis dan nyata
Padahal, Dialah pemiliknya
Media Sept. ‘93

El Roqy El Lamonj
Ia adalah penyair terkenal
Dan dikenal oleh dirinya sendiri. Sudah beberapa kali tidak dimuat dan tidak dikirim karena masih takut dibayar.








K.A.N.C.I.L. P.I.L.E.K



Syahdan, suatu saat sang raja hutan, Gusti Harimau, membuat ulah seenak perutnya. Kandang sang Raja tak pernah dibersihkan di sana sini kotorannya berserakan – dasar belum pernah ngaji akhlaq di PA – MDA ? - manghasilkan bau busuk menusuk hidung. Bau itu sudah tak terampuni lagi, anyir, pesing, sengir, aprk apalagi sang raja nggak pernah mandi atau keramas pakai shampho.

Datanglah suatu hari seekor sapi melintasi istana sang Harimau dipanggillah sapi, dan disuruh ia berteduh sebentar di istana sang raja. Sesampai di istananya, Harimau bertanya “ Hai Sapi bagaimana pendapatmu tentang istanaku ini ? “ . Dengan ketakutan akan murka sang raja Sapi pun akhirnya menjawab “…am…aammmpun tuan raja…maaf saya berkata jujur, sesungguhnya istana tuan ini kotor, juuga eee.” “eee…apa” sahut Harimau, eee baunya…Tuan…, baunya… busuk sekali..” Heeeee appaaaaa….. berani yaa kamu menghina raja…serta merta raja menerkamnya. Matilah sang sapi dengan mengenaskan. Mati berlepotan darah.

Kemudian datang seekor anak musang remaja, yang lucu nan cakep, walau belum memakai make-up alis pupur dan bedak. Ditanyalah ia, Hai kau anak musang, bagaimana menurut pendapatmu..apakah istanaku bagus atau tidak heee.. merindinglah anak musang seperti pengendaara motor yang dihadang polisi saat ia tidak punya SIM. Dan agar dia selamat ia menjawab “ Ampuun Tuan, aduh…saya tidak pernah melihat istana seindah ini dan seharum ini. Istana tuan memang rapi dan menyenangkan “ tipunya, “ BOOOHONG…” bentak Harimau, “beraniya kau berbohong kepada raja, masak istana kotor begini dibilang bagus, dan menyenangkan “. Tampa basa-basi dan BA*BI*BU Harimau langsung mencengkeranya, merobek – robek tubuhnya. Matilah sang pendusta.

Lalu datang seekor KANCIL dengan santai ia berjalan, sambil menikmati LAGU DANGDUT, Harimau pun memanggilnya, “ Hai Kancil…kemarilah!” Kancilpun mendekat, bagaimana pendapat kamu tentang istanaku ini Cil ? Kancilpun putar otak, berfikir dan mencari logika diplomatis akhirnya ia menjawab “ Tidak tahu Tuan “,” Lhoo tidak tahu bagaimana, kamu berani sama raja ya…” bentak Harimau, “tidak tahuTuan” katanya lagi sambil memegangi hidungnya, “ kenapa…?” desak Harimau, “ karena saya sejak kemaren PILEK Tuan, jadi tak bisa merasakan bau istana Tuan” alasan Kancil. “ Yaa sudah kamu pergi sana, orang pilrk kok keluyuran”.

Selamatlah Kancil yang cerdik dan bijaksana, ia pilek bukan karena tidak ada ultra flu, tapi itulah taktik agar selamat. Inilah hasil si CERDIK DAN PANDAI. Kancil SELAMAT.


13 September 1993


El Roqy El Lamonj…




DASAR BIBIR TIPIS

Dasar lambe tipis… ! begitulah istilah dalam bahasa jawa dalam mengomentari bibir – bibir seseorang yang tiada jemu bergerak. Dan sekarang fungsi bibir pun bertambah dari fungsi awalnya yang tradisional. Bibir bukan hanya berfungsi hiasan anggota dan alat ucap, tapi sudah masuk komoditi ekspor non migas, yang diberi tarif seimbang dengan keindahan dan daya tarik bibir itu sendiri.

Tidak hanya sampai di situ, bibir srkarang sudah sampai dan masuk dunia festival BIBIR INDAH- di Jakarta ? – dan juga jadi modal seperti kata penyanyi dangdut, kamu datang modal bibir sama betis, sehingga dalam perjalanan hidupnya bibir selalu dipoles dengan berbagai macam lipstik agar selalu menarik dan sensual.

Demikian bila kita tinjau secara organik-anatomis, tapi bila dilihat dari segi fungsional, bisa-nisa terjadi penyalah gunaan bibir yang tidak pada tempatnya alias meng-DLOLIMI BIBIR. Bibir diletakkan di sembarang tempat demi untuk sekedar pemuas diri yang Cuma sebentar, digerakkannya kekiri dan kekanan tanpa kendali, dengan sesekali mencibir dan memonyong-monyong agar menarik lawannya. Dulu wanita malu bertatapan dengan lawannya, tapi sekarang menggodanya agar cepat menyerangnya.

Sebagai alat ucap, sering bibir di – umbar, sapu sana sapu sini tak perduli sahabat bahkan guru sendiri. Mungkin kaarena rambu – rambu etika agama yang belum kongkrit dalam hati, jadi semuanya abstrak fatamorgana alias amun – amun. Tiada puas rasanya bila belum menyapu semua, dan bibir pun masih terasa kaku dan pilu.

Benar kata pepatah “ Diam adalah kebijaksanaan tapi sedikit yang melakukannya “ , tapi masalahnya sekarang, mana orang yang senang dengan orang pendiam… ? yang bila berbicara harus beerfikir berjuta kali ? Sekarang orang criwis semakin laris dan laku keras – yang sebenarnya baik bila didasari dengan etika dan agama – apalagi sekaang musim seponsor – seponsoran dan tawar – tawaran.

Namun bila kita tarik pada ujung religi dan hikmahnya, maka kita pun akan bersyukur, bibir kita baik, bagus, indah, mungil bak jambe sinegar, ranum kemerah – merahan, coba lihat di sana banyak orang berbibir kurang, dan bersyukur lagi ternyata bibir kita tidak setebal BIBIR KUDA ! haa

Yogyakarta, Media Sept. ‘93

El Roqy El Lamonj
Pim. Red.












PERKAWINAN



Hasrat ini begitu jelas
Menyusup dalam relung –relung hati
Semakin panas semakin keras
Meluap tak tertutupi

Bila ia berada di sisi
Dunia seakan – akan sunyi
Tiada lagi suara
Yang ada adalah gairah sejati

Oh bulan dalam keremangan
Selipkan dirimu di balik kerudung awan
Sambil berdoa demi kebahagiaan
Yang bernaung dalam kasih Tuhan

Oh Tuhan….
Kuatkan diri ini menggendong tugas
Memegang kuat hikmat – syariat
Membawanya dalam bahagia

Oh Tuhan….
Ikutkanlah di balik kebahagian ini
Generasi arif berhias jujur
Anak idaman manusia luhur

Kuhadapkan diri mutlak untukMu
Kupersembahkan, kutumpahkan hanya kepadaMu
Dengan perkawinan sebagai bukti
Bahwa kebahagiaan telah kumiliki


Krapyak, 6 November ‘94


BERLESAN IHLASH


Kata ihlash meluncur deras
Jadi makanan empuk terkuras
Tiada basa – basi
Ihlash bernilai ekonomis
Terjual mahal dibalik ngaji
Pada diri yang ingin dihormati
Walau bopeng telah terbuka
Matanya pun belum melihat juga

Krapyak, 6 November 1994

LELUCON SEBUAH GERAKAN



Uap air terbang ke angkasa
Meniti jalan hidupnya
Melewati jalan panjang
Panas dan gerah
Rangkaian siklus kehidupan
Seringkai terpangkas
Ditiadakan dimusnahkan

Perjalanan memang panjang
Terkadang berputar dan bergetar
Tanpa arah dan tujuan
Tujuan bisa dibuatkan
Gerakan bisa dimanipulasikan
Hati punya harapan
Fikiran punya angan – angan
Gerakan duniawi
Disambut berkembangnya gedung – gedang
Nafas panjang terdengar
Senyuman menekan hati
Ingin rasanya kaki melompat
Perut keroncongan ototpun tegang
Siapa dapat membentuk hati
Dia adalah pahlawan di sini
Di tempat di mana hati terbentur
Atau dibenturkan diri sendiri
Hari sakit menyebar dinding
Dinding sakit keluar mulut
Yang ada dan selalu ada
Adalah KELUHAN

Yogyakarta, 2 November ‘94



El Roqy El Lamonj













LELAH


Cerobong asap pabrik mengepul
Meneteskan titik kehancuran
Membawa goresan yang sangat panjang
Menerkam luka lama
Seminar lingkungan dilaksanakan
Menelorkan celah – celah kemungkinan
Kemungkinan berbuntut keraguan
Kemudian dilibas kekuasaan
Kemungkinan kembali diorbitkan
Ditempelkan pada dinding – dinding tua
Yang baru kelihatan kusam
Yang lama dipeti emaskan
Bukan Cuma lingkungan
Bukan Cuma pendidikan
Bukan pula hak asasi manusia
Keadilan sebatas lesan
Kebijaksanaan di ujung tirani
Kasih sayang di bibir buaya
Lelah
Lelah aku berbicara
Pendapat di ujung senjata
Dipaksa didalam reruntuhan
Lelah
Lelah aku berfikir
Pada persoalan yang tak pernah berakhir
Kejahatan berkedok agama
Penindasan bertopeng keadilan
Perampasan bernama ketertiban dan kerapian
Kejujuran menjadi barang langka
Langka dalam hati – hati
Hati santri, pastur dan kyai
Kita panen penipuan
Ah..lelah
Aku perlu istirahat
Mengumpulkan tenaga baru
Menyongsong dengan hati bergetar
….lelah…..

krapyak, 6 November ‘94



El Roqy El LamonJ






GENERASI DALAM FANTASI

Perjalanan yang jauh
Pecaharian jati diri
Kemudian singgah dan berlabuh
Dalam kelompok penyucian diri

Persinggahan megah berdiri
Kemegahan dapat dicapai
Kokoh dalam reruntuhan
Nilai – nilai utama yang diidamkan

Kokoh badan harus kokoh jiwa
Dua sejoli jangan dipisah
Agar resah sirnalah sudah

Kegundahan tiada terbawa

Bila keduanya tiada seimbang
Kemalasan merebak kemana – mana
Kebodohan berbantal alasan
Sibuk tiada waktu dan lelah

Badan jadi lelah
Fikiran lelah
Hati lelah
Jiwa lelah
Yang tak pernah lelah
Hanya mulut yang terbuka
Kejelekan terkuak
Kebaikan terjelekkan
Sudahlah silahkan saja
Aku sekarang juga sudah lelah…

Obat kuat obat fantasi
Obat kebodohan cari rekreasi
Fantasi menyenangkan menyejukkan
Ya itulah
Generrasi dalam fantasi

Yogyakarta, 16 November ‘94


El Roqy El Lamonj








JERITAN YANG TAK TERDENGAR

Kulangkahkan kaki penuh semangat
Pengertian kuperoleh dan pengalaman kudapat
Jurang terjal bak mulus lancar dan cepat
Hujan dan panas terik bagai hiburan
Semua kudapat dengan setengah gembira
Semakin lama ketakutan menebal
Sayup sayup terdengar jeritan panjang
Bersautan dengan tangisan-tangisan
Karena seringnya jeritan dan tangisan
Keduanya terdengar sangat merdu
Bila terhenti semua kaget haru
Ini baru luar biasa
Adakah malaikat turun ke bumi ?
Menyela jeritan dan tangisan
Karena sudah terbiasa
Semua seakan tak terdengar
Oleh telinga manusia, telinga penguasa
Yogyakarta, Oktober 1995



KECIL

Yang kecil atau dikecilkan
Sering tak terlihat
Atau tak diperlihatkan
Kebaikannya dianggap sewajarnya
Kejelekannya alasan untuk menyiksanya

Yang kecil atau dikecilkan
Mudah pindah atau dipindahkan
Mudah sakit atau disakiti
Mudah hancur atau dihancurkan

Yang kecil atau dikecilkan
Yang terpencil atau dikucilkan
Yang mengadu atau diadukan
Minta pengadilan atau diadili
Kasihan…..

Yogyakarta, Oktober 1995









JALAN BUNTU



Mega berarak menggumpal-gumpal berlarian tanpa henti menjanjikan hujan yang memang selama ini telah dinanti masyarakat dusunku. Aku menatap tajam menerawang, menebak-nebak adakah hujan benar-benar kan turun. Angin dari arah tenggara menggoyang-goyang tangkai bunga di hadapanku yang semakin menguning. Lambaian dedaunan itu seakan memberi salam perpisahan pada gumpalan mega yang lari menuju lereng gunung. Harapanku, juga masyarakat dusunku, semakin buyar ditelan semilir kesejukan fatamorgana. Sebentar kemudian aku berfikir pada diri-sendiri. Memang, gumpalan mendung itu kupikir adalah sindiran padaku dan orang yang senasib denganku. Betapa tidak, dulu dikala aku masih di sekolah SD Bapak Ibu guru mengajariku agar menggantungkan cita-cita setinggi langit, ‘Kau hatus jadi sarjana’ katanya saat itu. Harapan dengan kesarjanaan itu, aku dapat hidup sejahtera tak kurang suatu apa. Setelah lulus SMA aku masuk perguruan tinggi swasta di kota yang lumayan jauh. Dengan bekal pas-pasan kutelusuri jalan pendidikan sambil menahan perut. Betapa tidak, orang tuaku yang petani dengan sepetak tanah tak akan mungkin cukup membiayai kuliahku yang biayanya semakin melangit. Sambil kuliah aku berjualan koran atau majalah, agar dapat menyambung hidup dan kuliahku. Semester kuikuti kuliah, demi semester dengan semangat tinggi dan rasa letih dan lemah karena seharian kerja dan kurang gizi. Hasilnya IP-ku pas-pasan 2,5., wisuda pun harus kurelakan orang tua menjual sebagian dari tanahnya. Mereka berharap setelah lulus ini aku dapat membantunya secara ekonomis, Wong punya sawah biaya untuk menggarap mahal tetapi hasilnya kalu dijual juga tak seberapa. Selalu rugi.

Kubawa ijazahku dengan kebanggaan yang meluap-luap. Betapa tidak, orang desa sepertiku dapat menjadi sarjana. Aku mulai melirik lapangan kerja. Sekali dua kali akhirnya berkali-kali lamaran kuajukan tak satupun dapat menerimaku. Bahkan dengan nada mengejek mereka bilang ‘Mbok sarjana yang produktif menciptakan lapangan kerja sendiri’…kupandangi ijazahku yang sudah makin lusuh, seperti lelahnya diriku saat ini. ‘Menciptakan lapangan kerja sendiri’… gerutuku dalam hati. Lapangan kerja apa, wong selama ini aku tak pernah diajari bagaimana menciptakan lapangan kerja. Aku hanya punya pengalaman jualan koran, yang tidak masuk nominasi dalam pengalaman kerja. Aku semakin pusing. Ditengah-tengah kuberfikir mencari alternatif pemecahan, aku terperanjat kaget mendengar berita di radioku yang sejak tadi sabar menghiburku. ’70 ribu sarjana Indonesia masih menganggur’. Kutatap radioku yang kusam sekusam masa depanku saat ini. Harapan semakin buyar seperti buyarnya mendung di langit. Tetapi aku terhibur, ternyata aku tidak sendiri.

Yogyakarta, 12 Desember 1995

Puisi: Tiada Penyesalan

JIKA AKU HANYA DIAM



Aku akan tetap diam. Sebab aku masih tetap seperti dulu. Berusaha menjaga “yang suci” sebagai mutiara dan jimat hidup. Aku tetap diam. Sebab aku yakin engkau juga berusaha untuk menjaga mutiara kehidupan. Aku hanya diam menunggu hati ini kuat untuk menerima apapun yang terjadi sebagai bagian dari “yang suci”. Aku hanya diam tatkala melihat tanda perubahan yang menusuk hati dan jiwa, karena aku tetap tak bergeming dengan keyakinanku bahwa kau tetap bersahaja dan kokoh dalam menjaganya. Aku tidak bisa diam saat kau lumuri noda mutiara dan “generasi bangsa” kita. Aku akan berubah jika engkau mampu meyakinkan bahwa itu cita dan bahagia untuk kalian. Aku akan bicara lantang jika generasiku terusik masa depannya. Tetesan air mataku secara kontinyu berdo’a semoga kalian sejahtera dan bahagia. Gerak nafasku mengalunkan fatihah untuk kalian. Harapan mulia tetap mengalir seirama dengan darah dan jiwa yang menggelora. Ke pada-Mu, ya Allah aku memohon menyembah dan mohon pertolongan. Alhamdulillah, ya Allah, semua berjalan damai dan kalian telah mendapatkan yang terbaik. Aku yakin semua akan mendapat ridla-Mu ya Allah. Amiin.



MENGAPA TIADA PENYESALAN


Mengapa tiada penyesalan
Tatkala pekerjaan tertunda
Hanya karena pikiran selalu pada Dia
Selalu menyapa kebahagiaan

Mengapa tiada penyesalan
Tatkala cita-cita tertunda
Hanya karena waktu untuk Dia
Selalu menyimpan kehangatan

Mengapa tiada penyesalan
Tatkala kebersamaan tertunda
Hanya karena jiwa tertuju pada Dia
Selalu memberi sejuta harapan

Mengapa ada penyesalan
Hanya karena cinta butuh bukti
Yang tergerak dari lubuk hati
Berujut berbagai kreatifitas diri

Kreatifitas seakan terhenti
Hanya secuil sebagai bukti
Maafkan atas kelemahan ini
Aku benar-benar menyesal.
Purwokerto, 17 Pebruari 2006
Muhammad Roqib